Haruhiko Kubota. Foto: myanimelist.net |
Saya baru ingat, kalau saya punya satu hutang ke Zakky BM. Hutang untuk membahas perkara Haruhiko Kubota, salah satu karakter dalam manga dan anime Giant Killing.
FYI, hutang ini sebenarnya sudah diingatkan Zakky sejak jauh-jauh hari, terutama setelah ia menerbitkan tulisan berjudul Tsukamoto the Suffaco. Tulisan itu Zakky buat setelah kami berdiskusi di Twitter mengenai defensive forward pada 2017.
Kala itu, saya menyebut bahwa di anime dan manga Giant Killing, ada pemain yang juga bertipe Suffaco seperti itu. Ia merupakan bagian dari empat penyerang Osaka Gunners bersama Hauer, Katayama, dan Hatake.
Namanya adalah Kubota. Meski tidak se-nyentrik Takeshi Tatsumi selaku tokoh utama dan Daisuke Tsubaki yang kerap mengejutkan, Kubota adalah sosok yang menarik untuk ditelisik.
Berikut adalah ulasan singkat dari sosok Kubota ini. . .
***
Osaka Gunners jadi tim yang cukup mendominasi dalam semesta Giant Killing. Di bawah asuhan pelatih asal Belanda, Dulfer, mereka menempati papan atas J-League. Lini depan mereka jadi salah satu yang paling ditakuti.
Mereka memiliki dua pemain sayap cepat dalam diri Katayama dan Hatake. Di posisi penyerang tengah, ada Hauer yang andal dalam sundulan dan post play. Mereka semua juga andal dalam sirkulasi bola di area sepertiga akhir.
Namun, saat Osaka menghadapi East Tokyo United, Tatsumi menyadari bahwa tajamnya serangan Osaka bukan disebabkan oleh ketiga pemain itu. Ada satu sosok yang membuat serangan Osaka bak ombak tsunami yang tak henti menerjang.
Tatsumi pun menyebut nama Kubota di situ. Dalam pandangannya, Kubota-lah pemain yang paling berbahaya di lini depan Osaka. Pelatih Timnas Jepang, Jean Blanc, yang juga kebetulan menyaksikan laga itu, mengamini pandangan Tatsumi.
Lalu, apa yang bikin Kubota jadi sosok yang mengerikan? Dalam anime Giant Killing episode 21, Tatsumi menjelaskannya dengan rinci. Kira-kira penjelasannya seperti ini.
"Yang membuat serangan Osaka menakutkan adalah, mereka tidak kehilangan bola di area pertahanan lawan. Memang, semua penyerang mereka mampu menahan bola dengan baik. Mereka juga mampu mensirkulasikan bola serta berkomunikasi satu sama lain."
"Alhasil, itu bikin bek kita kerap membuang bola secara asal. Nah, masalahnya, bola muntah itu akhirnya didapatkan oleh siapa? Osaka bisa menndapatkan semua bola muntah itu. Alhasil, serangan mereka terus mengalir tanpa henti."
"Dan, pemain yang sukses mengambil banyak bola muntah itu adalah dia, Kubota."
Sebuah penjelasan taktikal dari Tatsumi. Ia langsung menyadari tentang berbahayanya sosok Kubota dibandingkan para penyerang yang lain. Namun, penjelasannya mengenai talenta dari Kubota ini juga cukup menarik perhatian. Apakah itu?
"Alasan kenapa ia (Kubota) punya visi sebagus itu, mungkin berasal dari pengalamannya dulu saat bermain sebagai gelandang bertahan. Namun, intuisinya, bisa jadi merupakan sebuah bakat."
"Tidak buruk, Dulfer, kau memindahkan posisi Kubota sehingga talentanya mekar. Dan Sugie (bek ETU yang ditugaskan Tatsumi mengawal Kubota), jika kau tidak menyadari bakat dari Kubota ini, kau tak akan bisa mengalahkannya."
Penjelasan dari Tatsumi ini menarik, sekaligus mencerminkan visi dari sosok Dulfer, pelatih Osaka, yang dikisahkan berasal dari Belanda. Pelatih dari Belanda, lazimnya, menggilai sepak bola yang berbasiskan penguasaan bola, plus permutasi posisi, umpan pendek, dan serangan tanpa henti.
Timnas Belanda pada Piala Dunia 1974 mencerminkan pola permainan itu. Dipimpin oleh Johan Cruyff, mereka sukses menembus partai final PD 1974 lewat permainan atraktif bernama Total Football.
Permutasi posisi, umpan-umpan pendek nan cepat, plus pressing yang ketat, menjadi senjata apik mereka. Ditopang pula oleh kemampuan Cruyff selaku pembeda lewat skill-nya yang memang di atas rata-rata.
Pola permainan Belanda ini pun jadi inspirasi bagi pelatih-pelatih zaman sekarang, macam Pep Guardiola, Juergen Klopp, maupun Marcelo Bielsa. Tekanan yang ketat, bahkan saat lawan menguasai bola di area sendiri, jadi hal yang mutlak dilakukan untuk memutus sekaligus mengacaukan permainan lawan.
Sekilas, kemampuan dari Kubota ini mirip dengan kemampuan Tsukushi Tsukamoto, karakter dari manga dan anime Days. Tsukamoto juga mendapatkan kesadaran taktikal sebagai defensive forward tatkala ia ditempatkan sebagai bek dalam sebuah pemusatan latihan tim.
Nah, Kubota pun sama. Berkat pengalamannya sebagai gelandang bertahan, ia mampu menjadi defensive forward yang apik. Bedanya, ia tidak menekan laiknya Tsukamoto. Ia lebih memilih melakukan intersep, berdasarkan naluri dan pengalaman yang ia punya.
Selain menjadi distributor bola di lini serang (kemampuan passing Kubota pun di atas rata-rata), Kubota pun dapat menjadi pencetak gol. Ia memeragakannya dengan baik saat mengecoh Sugie, bek ETU, kemudian melakukan placing yang gagal dihalau Midorikawa, kiper ETU.
Tetapi, pada dasarnya tujuan dari permainan Kubota dan Tsukamoto ini sama: membuat serangan tim jadi tak terhenti. Alhasil, jika Kubota jadi penyerang keempat Osaka, Tsukamoto pun digadang-gadang menjadi Fourth Arrow, setelah Hisahito Mizuki, Jin Kazama, dan Kiichi Oshiba.
Seiseki dan Osaka pun jadi tim dengan lini serang yang menakutkan dalam dimensi manga dan anime mereka masing-masing.
***
Ya, kehadiran Kubota sebagai seorang defensive forward menjadikan Giant Killing jadi suguhan menarik. Apalagi, di manga, kelak diceritakan bahwa Kubota jadi karib pemain kunci ETU, Tsubaki, baik itu di Timnas Jepang U-22 maupun senior, meneruskan tradisi duet Hanamori-Mochida, senior mereka.
Permainan menariknya merupakan buah dari kecerdasan dan kelihaian Dulfer membaca potensi Kubota. Hal itu juga yang menunjukkan bahwa Dulfer merupakan pelatih kelas atas di manga dan anime Giant Killing.
Namun, meski begitu, Tatsumi tetap dapat menemukan anti-tesis dari permainan Dulfer ini. Apa pasal? Di akhir laga, ETU menang dengan skor 3-2 dan sukses menghentikan rekor kemenangan Osaka,
Hal ini sekilas mirip seperti Guardiola yang mengalami kebuntuan saat menghadapi Inter Milan-nya Jose Mourinho, 2010 silam. Yah, yang namanya taktik memang fana sih. Kemenangan yang abadi mah. Eta ge ceuk mang Zen RS.
No comments:
Post a Comment