18 September 2016

Sepakbola, Ku Tetap Menunggu, dari Teh Ocha



Kali ini, sebelum saya mengungkapkan apa yang sekiranya perlu untuk diungkapkan, ada baiknya saya membagikan sebuah video kepada anda sekalian wahai para pria kesepian. Sedikit video dari Teh Ocha alias Rossa alias perempuan cantik dari Sumedang.

Ah, banyak cingcong dech. Oke, tanpa banyak buang waktu, cekidot!



Tah udah disetel belom videonya? Itu adalah salah satu video dari single Rossa berjudul Ku Menunggu. Gak tahu kapan saya rilisnya lagu tersebut, yang saya tahu, lagunya enak, punya lirik yang catchy dan gampang diingat, lalu tentu saja, imut dan cantiknya Teh Ocha itu loooh. Mana tahaaann!! (*Maaf pembaca sekalian, jomblo empat tahun dan menuju lima tahun).


Singkatnya, lagu itu menceritakan tentang seorang wanita yang tak lelah untuk menunggu seorang pria yang ia idamkan. Pria itu masih memiliki kekasih, sehingga ia tidak berani untuk mengungkapkan cintanya lebih lanjut. As a result, ia memilih untuk menunggu sampai si pria putus dengan kekasihnya, baru ia berani untuk mengatakan cinta.

Haruskah ku bilang cinta, hati senang, namun bimbang
Ada cemburu, juga rindu. Ku tetap menunggu
Haruskah ku bilang cinta, hati senang, namun bimbang
Dan kau sudah ada yang punya. Ku tetap menunggu

AAAAAAA, hidup Teh Ocha!!!!

***

Mencermati lagu Teh Ocha di atas, tiba-tiba saya keingetan dengan fenomena yang terjadi sekarang dalam berbagai segi kehidupan. Banyak orang, yang saya lihat di media sosialnya, memilih menunggu untuk mendapatkan jodoh yang kelak akan menjadi pendamping hidupnya. Katanya, memantaskan diri terlebih dahulu sebelum mendapat yang pantas. Orang yang mengucapkan itu banyak jenisnya, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Hmmm, , apa saya termasuk golongan itu ya? (Taeeee, ngobrol sama cewek aja malu. Modyar aja maneh penulisss...).

Namun, bukan hanya dalam segi kehidupan perjodohan. Perihal menunggu ini ternyata terjadi juga dalam dunia sepakbola. Kalau tidak salah, otak saya ini pernah sampai berkesimpulan bahwa dalam sepakbola ada dua hal dasar yang acap terjadi di tengah lapangan; menunggu dan menginisiasi.

Sepanjang gelaran Piala Eropa 2016 kemarin, ternyata, tren menunggu adalah tren yang cukup digandrungi oleh pegiat sepakbola zaman sekarang.

Pada medio 2008-2011an, kalau tidak salah, kita disuguhkan oleh sepakbola inisiatif ala Pep Guardiola dengan umpan-umpan pendek dan kombinasi segitiga untuk membongkar pertahanan lawan. Mulai pada 2010, anti-tesis dari sepakbola inisiatif itu diketemukan oleh pria Setubal, yang, sempat menjadi musuh para moralis sepakbola inisiatif ini; sepakbola menunggu.

Partai semifinal Liga Champions Eropa 2009/2010 adalah momen yang tepat untuk melihat sepakbola inisiatif dan sepakbola menunggu saling beradu (kawan satu perguruan saya keukeuh kalau yang memulai sepakbola menunggu bukan pria asal Setubal, tapi pria asal Belanda bernama Guus).

Tak dinyana, usai masa semifinal Liga Champions Eropa 2009/2010 berlalu, (meski sepemikiran saya, Yunani adalah pelopor dari sepakbola menunggu ini), sepakbola terbagi dalam dua kutub besar, menunggu dan inisiatif (seperti yang otak saya simpulkan di atas, hehehe). Puncaknya, dalam gelaran Piala Eropa 2016 lalu, sepakbola menunggu ternyata menjadi pemenang, dengan Portugal yang menjadi pelakunya.

Lalu, emang ada nyambung-nyambungnye sama lagu Rossa di atas? Hmm, iya juga sih. Kan saya udah memasukkan video teteh geulis asal Sumedang itu dalam tulisan ini. Baiklah, sekarang, saya akan mencoba menyelami perasaan tim yang kebanyakan bermain menunggu. Ambil contoh, tim yang menuai puja-puji karena semangat heroiknya di Piala Eropa 2016  yang lalu, inisialnya Islandia.

Kenapa Islandia? Saya menjadikan Islandia ini sebagai contoh perwakilan dari tim-tim kecil yang tersebar di seantero jagat raya tak berbatas, luas, dan konon katanya datar ini (eh, datar apa bulat sih? Yo sakarepmu ae lah!). Mereka, dengan semangat heroik dan tak kenal lelah, dalam menghadapi lawannya terus melakukan sepakbola menunggu ini. Mereka melakukannya sepenuh hati karena kesadaran bahwa mereka adalah tim yang pemalu/sulit untuk menyerang, selayak laki-laki tampan dan pemalu yang enggan mengungkapkan perasaan kepada seorang gadis yang ia cintai, seperti saya ini. (*Cabok!)

Sejak babak penyisihan, sampai akhirnya maju ke putaran final, mereka kerap melakukan sepakbola menunggu yang, tak jarang membuat lawan-lawannya patah hati, seperti Belanda dan Portugal. Selain pujian, cacian pun tak lepas menghampiri mereka, seperti yang salah satu megabintang asal Madeira sebutkan, bahwa mereka tim kecil bermental lemah. Ih jahaaattt!!

Ini sedikitnya menyambung kepada apa yang Rossa ucapkan pada reff lagu Ku Menunggu. Haruskah ku bilang cinta, hati senang, namun bimbang. Haruskah Islandia bermain penuh inisiatif agar permainan mereka menyenangkan hati lawan dan orang lain, dan membuat bimbang perasaan mereka sendiri karena mereka sebenarnya tak mau melakukan insiatif tersebut karena mereka pemalu? Hmm.

Tapi toh, pada akhirnya, mereka tetap teguh. Meski perasaan berkecamuk, seperti cemburu dan rindu dalam reff lagu Teh Ocha, Pada akhirnya mereka tetap menunggu. Ibarat wanita dalam lagu Teh Ocha yang menunggu untuk bergerak pada saat yang tepat, Islandia pun melakukan inisiatif setelah menunggu saat yang tepat.

Permainan yang terwakilkan oleh lagu Rossa inilah yang membuat Islandia, dengan segala cerita kepahlawanan mereka, mendapat tempat di babak perempat final Piala Eropa 2016. Saya kira, apa yang mereka lakukan, adalah perwujudan dari apa yang tim-tim kecil dan tak berdaya lakukan. Sebegitu pemalunya mereka sampai-sampai mereka memutuskan untuk menunggu, karena, mereka tahu tim lawan pada akhirnya akan menyerang mereka secara membabi buta.

Tapi, entah kenapa, cara yang sama juga dilakukan tim besar sekaliber Portugal. Mungkin, karena wajah mereka lebih tampan, akhirnya mereka menjadi juara Eropa 2016. (*Eder, maafin urang yah!)

***

Sepakbola menunggu, sekali lagi, adalah hal yang lazim dan boleh-boleh saja dilakukan. Ia adalah pilihan, sama seperti ketika seorang pria (sebut saja Sandy) dihadapkan pada pilihan untuk menunggu dan melakukan inisiatif untuk mendekati wanita, sebuah tim bisa memilih untuk menunggu atau melakukan inisiatif dalam sebuah pertandingan.

Yang menjadi salah adalah, ketika kita menyalahkan pilihan orang tersebut untuk menunggu atau melakukan inisiatif. Tidak semua orang itu agresif, dan tidak semua orang juga pemalu (saya pemalu loh, orangnya). Setiap pilihan mengandung konsekuensi masing-masing. Jika berinisiatif, maka gol dan gadis mungkin akan lebih cepat datang. Beda jika menunggu, menanti menjadi pantas, mungkin saja gol dan gadis akan sedikit lebih menjauh.

Karena, seperti yang Teh Ocha ujarkan dalam lagunya, datang padaku, ku tahu kau kan kelak datang kepadaku. Semua ada waktu dan tempatnya masing-masing, hehehehe.

Jadi, anda orangnya pemalu atau agresif? Saya sih, pemalu, sungguh!

Entah Zakky BM. Dia mah cewek cantik lewat aja langsung siul-siul ga jelas sama ngeliatin pantatnya. Wew! Kamu jorang ih, Zek!

*by: Sandy Firdaus

No comments:

Post a Comment