Calistung dalam Sepakbola Masa Kini

Sudah mendekati penghujung Maret 2017, tampaknya. Berarti sudah hampir dua bulan lebih, saya dan si kribo Sandi Sonay tak mengisi ulang blog ini. Ketimbang nanti mengundang laba-laba sekaligus debu yang bertambah banyak, ada baiknya saya mengisi saja duluan lah. Mumpung ada niat menulis.

Si Sandi Sonay ini padahal sempat bertemu beberapa kali dan diingatkan, sih oleh saya. Namun bliyo mungkin sibuk jadi ‘kang bersih-bersih’ di kantor barunya. Ah maksud saya, bangunan baru kantornya yang baru saja pindahan, kabarnya. Yasudah, mari biarkan si Sandi Sonay sibuk nyapu-ngepel, mari kita mulai tulisan ngayayay kali ini.

***

Jika anda sempat masuk TK atau Taman Kanak-kanak (bagi mereka yang beruntung), tentu saat sekolahnya mengenal pembelajaran sangat dasar yaitu calistung alias membaca, menulis dan
menghitung. Begitupun saat awal-awal pantat anda mengenyam bangku Sekolah Dasar (SD), calistung juga terus diperkenalkan dan dipelajari. Perbedaannya, jika di TK lebih banyak diselingi dengan bermain dan aktivitas fisik yang menyenangkan, sedangkan di SD agak sedikit lebih serius.

Bahkan jika ditilik lebih jauh, khusus untuk terms ‘membaca’ ini ternyata menjadi suruhan pertama Tuhan YME kepada Nabi Muhammad SAW. Bagi mereka yang mengaku muslim tentu tahu dengan wahyu pertama yaitu ayat ‘Iqro bi-smi robbikal ladzii kholaq’ atau yang artinya ‘Bacalah!  Atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan (seisi bumi dan langit).’

Wah, subhanalloh, aing begitu religius dan edukatif sekali di pembukaan tulisan ini. *benerin sarung*

Lalu apa hubungannya dengan sepakbola masa kini? Ya tentu ada, setidaknya menurut saya saja, sih.

Pertama-tama, percayalah bahwa penonton sepakbola sudah pasti jumlahnya lebih banyak ketimbang pemain bola (profesional) nya itu sendiri. Meski dari kita semua bisa sama-sama ‘bermain bola’, namun sayangnya ‘bermain bola/futsal’ yang dilakukan oleh kita hanya sekadar hura-hura-hepi-hepi saja.

Calistung disini, saya anggap sebagai sebuah tahapan. Antara lain; membaca (berita sepakbola), menulis (artikel sepakbola), dan menghitung (dan menganalisis statistik serta bisnis dalam sepakbola).

Kebetulan sekali, kami berdua (saya dan si Sandi Sonay) sudah sempat mulai melangkah (karena tuntutan pekerjaan masing-masing) kepada tahapan terakhir dari calistung sepakbola ala saya yaitu; menghitung dan menganalisis statistik dalam sepakbola.

Sebentar, saya mau kilas balik terlebih dahulu.

Saat SD dulu kala, saya sendiri (entah kalo si Sandi Sonay) merupakan pembaca setia tabloid Soccer, Bola atau Go. Dengan sekadar mengumpulkan uang jajan ditambah uang hasil ‘malak’ dari orang tua, tiap minggunya saya kerap membeli tabloid tersebut sambil juga mengumpulkan koleksi posternya. Bahkan jika bapak saya membeli koran atau majalah non-olahraga, saya tetap mencari-cari kolom khusus sepakbolanya saja. Meski hanya satu atau dua lembar, siapa yang peduli?

Ohya, pernah suatu ketika juga ketika mendapat ranking di kenaikan kelas saat masih SD kelas 2 dahulu *sombong*, saya dibelikan majalah Liga Italia. Jelas lebih ekslusif, berwarna dan lebih tebal tentunya.

Dulu saya pernah punya yang edisi ini. Gambar boleh nemu di mbah Google, entah punya siapa. 

Jika mengacu pada istilah calistung yang saya buat di atas, maka saya akui kalu dalam urusan membaca berita sepakbola, hal ini sudah jauh-jauh diaplikasikan bahkan sejak SD dulu. Kebiasaan membaca berita bola ini tentu berlanjut hingga jenjang-jejang berikutnya baik saat mondok ataupun saat kuliah. Kehadiran internet juga mempermudah proses ‘membaca’ ini.

Sebagian besar orang yang cukup gila dengan sepakbola, mungkin mengalami fase yang persis sama dengan apa yang saya lakukan sejak kakak-kanak dahulu. Apalagi sebelum negara api menyer… ah maksud saya internet menyerang, maka membaca tabloid/koran/majalah adalah hal yang paling masuk akal untuk mengakses berita bola.

Tahapan selanjutnya adalah menulis.

Nah, yang ini lebih tricky lagi. Asumsi saya, tak semua pembaca berita sepakbola ini menulis artikel sepakbola.

Keinginan menulis memang bisa timbul dari dalam diri sendiri ataupun karena dorongan orang lain. Sebelum saya dipaksa untuk belajar menulis artikel yang sifatnya opini tentang sepakbola, saya sempat mencoba sekali-dua kali menulis tentang sepakbola.

Ohya, ada sedikit kisah. Saat awal-awal perkuliahan, saat itu ada tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang mewajibkan mahasiswanya menulis artikel dan dan di print tiap lembarnya. Saya masih ingat sekali saat itu saya menulis tentang gencarnya klub yang didatangi oleh para saudagar dari timur tengah.

Singkat cerita, saya menemukan satu lagi rekan mahasiswa yang sama-sama menulis tentang sepakbola juga. Sampai saat ini, saya dan rekan sekelas saya itu masih menjadi CS dalam urusan mengomentari sepakbola.

Bertahun-tahun pasca tugas kuliah tersebut, saya terhitung hanya sekali dua kali saja mencoba menulis di blog pribadi sebelum akhirnya saya menemukan rekan sekaligus senior yang saya kerap temui saat acara nonton bareng. Bliyo selalu memberikan masukan tentang tulisan saya tiap kali saya menulis opini sepakbola. Sampai saat ini, saya akan selalu berhutang budi pada bliyo. Jika tak dipaksa, mungkin saya tak akan mencoba mencari penghidupan dari sepakbola.

Dan yang terakhir adalah, tahapan menghitung.

Menghitung ini, dalam sepakbola akan menjadi terbantu dengan beragam laman internet yang menyediakan statistik para pesepakbola terutama di liga top Eropa. Dari statistik tersebut, kita bisa saja menghasilkan suatu kesimpulan dan analisis tersendiri terhadap performa suatu tim atau suatu pemain, misalnya.

Sekarang banyak sekali pegiat-pegiat sepakbola yang terbantu angka-angka statistik ini dalam proses kesehariannya. Entah itu tim pelatih, para komentator, pundit, kolumnis, hingga para penonton biasa saja bisa terbantu olehnya.

Proses menghitung ini juga, dalam sepakbola tak hanya dalam urusan statistik kemudian mengolahnya dan menghasilkan analisis performa saja. Menghitung disini bisa diapaki lebih jauh dalam bidang industri dan bisnis sepakbola itu sendiri. Industri sepakbola modern tentu tak asing dengan hal ini.

Para ekspert yang berkecimpung dalam kompetisi (entah jadi manajemen klub, federasi, operator liga ataupun pihak ketiga seperti sponsor dan pihak televisi) ini sudah pasti hitung-hitungan dalam segi keuntungan sekaligus kerugian yang mungkin mereka dapatkan saat menjalankan roda industri sepakbola modern.

Paling mudah dan terbaru, misalnya manajemen Persib Bandung rela menginvestasikan bisnis ini untuk mendatangkan pemain kelas dunia dalam diri Michael Essien baru-baru ini. Hitung-hitungan untung rugi tentu telah dilakukan oleh manajemen Persib. Namun, tak hanya manajemen Persib yang berhitung, bahkan mungkin pihak sponsor dan federasi saja bakal menghitung laba rugi dari kedatangan si tampan asal Ghana ini.

Dengan penjelasan singkat dan ngayayay sedemikan rupa ditambah pengalaman pribadi, maka saya melihat bahwa Calistung ini ternyata bisa diaplikasikan sebagai tahapan-tahapan dalam sepakbola itu sendiri.

Sebenarnya ini butuh riset yang lebih serius, sih, agar validitas dari hipotesis saya ini teruji. Namun berhubung hanya untuk hepi-hepi-hura-hura agar blog Bendera-Offside ini teu kosong-melongpong teuing, jadi saya anggap ini sebagai permulaaan saja. Siapa tau ada yang mau menelitinya lebih komprehensif, mari diskusi sambil ngopi dan sebats-duabats tentunya.

Sudah dulu lah, lanjut macul lagi. Ciao!

*by Zakky BM (@bmzakky)