Lagi-lagi setelah absen selama dua tahun lebih, hasrat ingin menulis datang lagi. Tentu saja Piala Dunia 2022 di Qatar jadi pemantiknya, apalagi Lionel Messi baru saja dinobatkan jadi juara dunia. Andai saja bukan Messi yang juara, mungkin saya sumeh untuk nulis iseng lagi.
Ah sebelum lebih lanjut, saya mau menyapa owner lainnya dari blog ini, saudara Sandy Sonay.
Kumaha kabar Nay? Jakarta aman? Sing penting mah sararehat bagja nya bro. Waas
pisan euy ngopi di Gegerkalong deui.
***
Oke kita mulai. Gausah berat dan formal lah ya. Ieu mah sekadar merayakan
comeback menulis dan merayakan Messi.
Berbicara tentang
Piala Dunia, banyak yang mesti dibahas dan dicurhatkan. Tahun 2018 silam nyaris
gak punya memori apapun setelah di edisi 2014 masih perih berkat gol Mario
Gotze di final antara Jerman vs Argentina saat itu. Ekspektasi di 2018 memang
nyaris biasa saja apalagi kawan nobar dan main sudah sibuk bekerja dan sebagian
besar beralih ke luar Bandung.
Tarik
mundur ke 2014, Piala Dunia musim panas di Brazil saat itu jadi acuan. Aing
pribadi masih dalam proses penulisan skripsi di akhir 2013 ke awal 2014. Keinginan
besar saat itu untuk menyelesaikan skripsi dan wisuda adalah tak ingin terlilit
SPP semesteran dan juga ingin menonton Piala Dunia tanpa harus silang sengkarut
dengan bimbingan dan penulisan skripsi.
Janji ini
dijalani getol oleh saya sendiri dan juga Adnan, rekan sekelas, rekan tertawa, rekan
nongkrong, rekan sesama penggila bola. Meski beda pembimbing, tapi akhirnya kami sukses
daftar sidang bersama, hingga wisuda bersama. Di kala orang lain sibuk mencari WPW alias Wanita Pendamping Wisuda, kami berdua gak peduli-peduli amat dengan WPW dan
lebih fokus bersiap untuk menyambut pesta akbar sepakbola empat tahunan
tersebut.
Singkat
cerita, Spanyol dan Argentina jadi pegangan pribadi karena banyak pemain El Barça dan juga Messi. Saat La Furia Roja tersungkur di fase grup, Argentina
melenggang ke partai final. Harapan untuk melihat Messi angkat trofi paling
prestis se-Dunia muncul dan peluang ini jelas tak bisa dilewatkan begitu saja.
Jika diingat-ingat,
saat itu pas bertepatan dengan bulan Ramadhan, sepak mula dimulai dini hari jelang
waktu sahur. Riuh rendah balai kota Pemkot Bandung jadi saksi saya lunglai dengan
gol Gotze di perpanjangan waktu. Untuk sekedar makan sahur pun waktu itu memaksakan
diri karena puasa wajib di esok hari.
Sebetulnya, ya bagaimana ya, dengan segala rekor gilanya di level klub yang tidak usah disebutkan lagi, Messi layak merengkuh trofi Piala Dunia 2014 saat itu. Tahun 2014 juga jadi salah satu dari sedikit penyesalan saya saat melanjutkan sekolah. Dalam hati kecil (dulu), mungkin ada baiknya mengulang ke momen final, Messi bisa juara dunia, dan saya bisa memutuskan masa depan dengan jauh lebih bijak.
Oke, kini waktunya
timeskip ke 2022…
***
Up and Down Lionel Messi di kancah Internasional |
Euforia
juara Copa America dan Finalissima dari Argentina membuat ekspektasi membuncah.
Messi kini jauh dikelilingi dengan pemain yang mau jungkir balik dan berperang untuknya. Phillip
Lahm, eks andalan Jerman saat juara dunia 2014 menyebut, “Argentina is my
favourite for this FIFA World Cup. In 2014 his teammates seemed to be waiting
for Lionel Messi to solve everything on his own against us - in 2022 they play
for him," di artikelnya.
Prediksi
Lahm tepat. Timnas Argentina dibawah komando Messi bermain seperti prajurit
sparta bertato yang siap mati untuk Messi dan negaranya di lapangan. Darah muda
Julian Alvarez dan Enzo Fernandez yang tak henti mengejar bola dan menekan
lawan, Emi Martinez, Rodrigo de Paul dan Leandro Paredes yang ahli dalam provokasi lawan serta pengalaman para senior seperti Nicolas Otamendi dan Angel di Maria
menjadi resep mujarab Albiceleste kali ini.
Keinginan
banyak pemirsa dan juga media yang mengharapkan Messi vs Cristiano di final
memang tak terjadi. Kedua berbeda nasib dan Messi melangkah jauh menahbiskan
diri sebagai salah satu yang abadi di sepakbola. Final antara Messi versus
Prancis-nya Kylian Mbappe yang juga juara bertahan pun disebut sebagai salah satu final terbaik
sepanjang masa bagi penonton netral dan bikin meriang bagi pendukung salah
satunya.
Penantian
banyak fans sejak 2014 yang terbayar di tahun 2022 ini adalah jalan panjang
yang tak mudah. Caci maki drama undur diri pensiun timnas dari Messi jadi
cemoohan massa selama bertahun-tahun. Satu hal yang pasti, jika mengambil
ikhtibar dari perjalanan Messi di kancah dunia adalah; hidup tak selalu mulus
dan percayalah, dengan kerja keras pasti ada kesempatan kedua untuk mewujudkan
semuanya.
Buat aing
pribadi, Piala Dunia 2022 ini memang fokus dengan perjalanan Messi. Memang sesekali
menonton bocil Gavi-Pedri di Spanyol namun mereka belum matang untuk itu semua.
Dari total
64 laga yang disiarkan oleh layanan streaming berbayar, saya pribadi hanya
menonton sepertiganya saja, dipikir-pikir rugi memang karena berlangganan penuh namun tak menonton hampir semuanya. Toh, memang lelah juga terus menerus nonton bola. Setidaknya,
bisa menyaksikan penampilan upacara pembuka yang diramaikan oleh Jung Kook BTS dan
penampilan final penutup angkat trofi oleh Messi menjadi hal yang luar biasa di
tahun ini.
Keinginan-keinginan
masa lalu untuk memutar waktu memang tak akan pernah terwujud dan tak pernah
ada pilihan untuk itu di masa depan. Penyesalan pribadi soal pilihan
melanjutkan sekolah di 2014 silam mungkin akan sedikit demi sedikit akan
terjawab hikmahnya seperti akhirnya Messi yang sukses angkat trofi dengan cara
yang luar biasa di tahun 2022 ini.
Toh dipikir-pikir saya dan kita semua memang tak bisa serakah. Tahun 2014
silam, punya kesempatan untuk bergembira karena Persib juara Liga Indonesia
setelah berpuasa 19 tahun lamanya. Kini saatnya untuk merayakan yang lain dan waktunya
tepat untuk menjadikan Messi abadi dalam status G.O.A.T alias Greatest of All Time di dunia
sepakbola dan olahraga.
***
Ya segitu
dulu lah dari aing @bmzakky, lumayan udah 900-an kata nulis setengah jam kali ini. Adios permios
sampai jumpa di tulisan berikutnya yang kemungkinan review anime sepakbola! Ciao!